DPD LDII Nabire
  • Home
  • Dakwah
  • Lintas Daerah
  • Opini
  • Organisasi
No Result
View All Result
  • Home
  • Dakwah
  • Lintas Daerah
  • Opini
  • Organisasi
No Result
View All Result
DPD LDII Nabire
No Result
View All Result
Home Organisasi

Tausiah Kebangsaan MUI di LDII, Bahas 3 Rukun Bernegara

admin_ by admin_
June 13, 2021
in Organisasi
0
Tausiah Kebangsaan MUI di LDII, Bahas 3 Rukun Bernegara
0
SHARES
52
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Kediri (13/6).* Pondok Pesantren Wali Barokah yang menjadi mitra strategis LDII dalam melahirkan juru dakwah, menghelat tausiyah kebangsaan. Sebagai narasumber utama Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Dr KH Marsudi Syuhud, MA. Acara tersebut diikuti DPW dan DPD LDII di seluruh Indonesia secara daring.

Acara tausiyah kebangsaan itu diikuti lebih dari 5.000 orang yang terdiri para ulama dan para pengurus LDII, serta perwakilan dari MUI di provinsi dan kabupaten/kota, “Tausiyah kebangsaan ini penting dalam kondisi keumatan yang menghadapi masalah yang kompleks dan multidimensi, kami membutuhkan pencerahan,” ujar Pimpinan Pondok Pesantren Wali Barokah, Drs KH Soenarto, M.Sc.

Sebagai pondok pesantren yang diamanati DPP LDII, untu menghasilkan juru dakwah menurut KH Soenarto, posisi Pondok Pesantren Wali Barokah sangat strategis, “Maka para juru dakwah itu, perlu dibekali ilmu agama yang kaffah, dan wawasan kebangsaan yang kuat dan mantap,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, KH Marsudi Syuhud didampingi Wakil Sekjen DP MUI Arif Fahrudin M.Ag, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan DP MUI Prof Dr H Firdaus Syam, M.A, Sekretaris Dr Ali Abdillah.

Sementara itu dalam sambutannya, Ketua Umum DPP LDII Ir KH Chriswanto Santoso, M.Si mengemukakan pentingnya menjalin silaturahim. Dengan silaturahim itu, para tokoh agama bisa turut memikirkan bangsa dan negara sebagai kontribusi untuk menjadikan Indonesia negeri yang makmur penug rahmat dari Allah.

“Tausiyah ini jadi penting untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, agar ukhuwah wathoniyah juga kuat, dan ketiga ukhuwah basariyah terjaga. Para pendiri bangsa mendirikan negeri ini atas perbedaan yang tak bisa dihindari, dan para ulama menjadi motor penggerak perjuangan. Dari perbedaan itu, justru kita menyatu,” pungkas KH Chriswanto Santoso.

Menurut Chrsiwanto Santoso, di tengah era digital ini, internet mempermudah lalu-lalang informasi. Namun teknologi itu, juga mempermudah fitnah menyebar, “Digitalisasi memungkinkan menulis atau mengubah suara menjadi saya, padahal pesan-pesannya bukan dari saya. Ini bisa mendatangkan fitnah dan perpecahan umat,” ujar Chriswanto Santoso. Ia mengingatkan, para pendiri membentuk LDII bertjuan untuk berkontribusi kepada umat, bangsa, dan negara secara positif.

“Kami memiliki delapan program kerja yang diselaraskan dengan program nasional, agar menjadi solusi. LDII harus mendukung bangsa dan negara dan memberi solusi terutama masalah kebangsaan. Bila Indonesia goyang, LDII turut ikut sempoyongan,” ujar KH Chriswanto Santoso.

Dalam tausiyah kebangsaan, Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, menekankan pentingnya keterhubungan antar manusia, “Sehingga antarmanusia terhubung rohani, pikiran, amaliyah dan berbagai hal lainnya, ketika semuanya nyambung, keberkahan itu hadir,” ujarnya. Keterhubungan itu, menurutnya sudah dicontohkan Rasulullah SAW dalam membangun negara kecil bernama Madinah, yang tertuang dalam Piagam Madinah.

Dalam pandangannya, Rasulullah mendirikan negeri Madinah sebagai negara untuk menyambung, mengikat masyarakat di dalamnya untuk hidup bersama meskipun tidak satu agama, “Islamnya saja ada golongan Muhajirin ada Ansor, ada Yahudi, Nasrani, dan Majusi yang bukan agama samawi. Dari beragam agama itu diikat untuk menyatukan perbedaan,” imbuhnya.

Sebagai penyatu perbedaan, Rasulullah memiliki kemampuan yang mumpuni sebagai hakim, jenderal ketika perang, hingga mengurus ketertiban, “Bahkan Rasulullah sampai mengurusi akhlak,” ujarnya.

Saat Turki Utsmani runtuh, negara-negara memisahkan diri dan para tokohnya bermusyawarah dan berijtihad mengenai negara mereka, “Pada 1936 Nahdlatul Ulama dalam Muktamar 1936 sudah membahas bentuk negara Indonesia. Berangkat dari musyawarah itulah lahirlah dasar negara,” ujarnya. Kemudian, Pancasila ditetapkan menjadi dasar negara atas musyawarah.

“Jadi bila ada yang bertanya pilih Alquran atau Pancasila, itu sama halnya menanyakan bumbu pecel tumpang atau pecel tumpang, bakso atau buletan bakso,” ujarnya. Artinya, Pancasila itu terdapat dalam Alquran. Maka tugas pemerintah adalah menyambungkan hukum yang tetap berupa Alquran dan Sunnah ke dalam aturan-aturan, demi kemaslahatan umat.

“Alquran dan Sunnah itu hukum yang tetap, sementara masalah terus tumbuh dan berkembang, maka pemerintah tinggal membuat aturan untuk kemaslahatan. Lampu lalu lintas tidak ada dalam Alquran dan Alhadits, namun karena maslahat untuk umat manusia, maka itu sudah memenuhi aturan yang syariah,” ujarnya.

Ia memisalkan lagi, mengenai wabah Covid-19. “Rasulullah menyuruh kita waspada dan lari sebagaimana waspada terhadap singa. Maka aturan turunannya ya lockdown dan bansos. Negeri ini tentu ada kekurangannya, maka kekurangannya yang diperbaiki bukan membubarkan negerinya,” ujarnya.

Ia menekankan, konteks hubungan negara dan agama terdapat dalam tiga hal. Pertama, negara harus mampu membuat hubungan antara hukum tetap (Alquran dan Alhadist) dengan produk undang-undang yang dihasilkan negara, “Aturan yang dibuat negara harus bermanfaat dan mengurangi kemaksiatan atau kekacauan,” ujarnya.

Kedua, bernegara itu harus bisa menyatukan maslahat umum dan individu, “Contohnya pajak, hasil pajak bermanfaat untuk kepentingan umum. Namun adakalanya masyarakat dalam kondisi tak mampu bayar pajak, maka aturannya diubah bisa afirmasi atau tax holiday,” pungkasnya.

Dan yang ketiga, menyatukan atau merukunkan kepentingan materi dan rohani, “Saat negara memperbolehkan salat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya bahkan mengurusinya maka sudah syariah. Meskipun bakal ada tabrakan antara syariah dan maksiat, misalnya ada korupsi bantuan sosial, maka korupsinya dibasmi bukan bantuan sosialnya yang dihilangkan,” ujarnya.

Ia mengingatkan, negara yang didasari musyawarah, maka hukumnya wahib menjaga kesepakatan atau produk musyarawag tersebut. Apa yang kurang dari negeri ini, ia berpesan untuk diperbaiki bersama, “Bukan negaranya yang dirobohkan,” pungkasnya. Ia juga meminta semua bersyukur atas rahmat Allah kepada Indonesia, yang aman dan tenteram.

“Lebih baik menjadi orang miskin di negeri yang kuat dan kaya, ketimbang menjadi orang kaya di negeri yang barbar, penuh ancaman, dan ketidakpastian,” ujarnya.(nam-nbx)

Previous Post

LDII Nabire mengikuti Tausiah Kebangsaan MUI-LDII oleh Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Pusat

Next Post

Laksanakan Amanat Presiden, LDII Helat Vaksinasi Massal

Next Post
Laksanakan Amanat Presiden, LDII Helat Vaksinasi Massal

Laksanakan Amanat Presiden, LDII Helat Vaksinasi Massal

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

8 bidang pengabdian LDII Corona Covid-19 Covid19 Dakwah DPP LDII FKUB Gejala generasi emas bangsa yang profesional religius go green gotong royong Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) Jawa Barat Kalimantan Timur kebangsaan Kesehatan KLHK Kodim Kudus Kulit Kurban LDII Ldii Nabire LDII Untuk Bangsa Lembaga Dakwah Islam Indonesia lingkungan hidup Muswil Nasehat oksigen Pandemi Pencegahan Penghijauan Perawatan pesantren Polda profesional religius program kampung iklim Qurban Sakit Sakit Gigi Sungai Tri Sukses Generus LDII vaksinasi Yustisi Zulkifli Hasan
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram

© 2020 LDII Nabire Managed by DPP LDII.

No Result
View All Result
  • Home
  • Dakwah
  • Lintas Daerah
  • Opini
  • Organisasi

© 2020 LDII Nabire Managed by DPP LDII.