Poro dhulur…
Sudah sering kita dinasehati bahwa menetapi agama wajib karna Allah. Bukan karna dunia, karna wanita, karna harta, karna pangkat, atau karna seorang tokoh, dan karna niat lainnya selain Allah. Jika beribadah dengan niat karna selain Allah, maka amal apapun akan sia-sia. Bahkan bisa menjadikan seseorang keluar dari keimanan yang haq.
Alkisah jaman Nabi Musa AS, yang bisa kita jadikan contoh dan nasehat hikmah.
Di jaman Nabi Musa AS, seorang yang bernama Qorun ditarik zakat hartanya, tapi dia merasa dimintain pajak. Padahal perintah infaq dan zakat itu turun langsung dari Allah SWT. Akibat Qorun tidak mau bayar zakat, maka dia kehilangan hartanya dengan cara semua harta miliknya ditenggelamkan oleh Allah, ditambah lagi hidayahnya dicabut. Padahal Qorun adalah seorang tokoh dan kaya raya yang hidup di jaman Nabi Musa, hidupnya berakhir dalam keadaan tidak iman.
Selanjutnya, diikuti pula orang-orang yang mengidolakan Qorun sebagai tokoh saat itu, mereka keluar dari kaumnya Nabi Musa AS.
Masih dalam jaman Nabi Musa, alkisah Bal’am seorang tokoh Ahli Ilmu di jamannya. Dia hafal Kitab Taurot, yang konon lebih tebel 3x lipat dari Qur’an. Tapi karna terpengaruh Iblis, maka Bal’am pun tidak iman. Andai qoumnya Musa mengidolakan Bal’am atau menjalani hidayahnya karna Bal’am, bisa jadi mereka ikutan tidak iman. Mereka berpikir sempit, yang pinter aja tidak iman, apalagi yang bodoh dan awam.
Tapi saudaraku…
Kebenaran bukan diukur dari ketokohan atau kepintaran seseorang. Kita akui Bal’am mungkin pintar, mungkin lebih pintar dari pada umat Nabi Musa yang lain yang rata-rata mereka banyak yang jadi rukyah biasa. Artinya, Bal’am yang pintar itu keluar dari islam di jaman Nabi Musa, ini menunjukkan bahwa kepintaran bukan sebagai ukuran kebenaran. Sama sekali tidak.
Kalau ada yang punya anggapan begitu, apalagi sampai ikut keluar dari kumpulan orang iman karna mengikuti orang yang diidolakan/ditokohkan, hukumnya sama dengan mengikuti Bal’am dan Qorun. Kenapa mereka berani ikut keluar dari agama ?. Karna mereka dalam keimanan niatnya bukan karna Allah.
Padahal menetapi kebenaran hidayah tidak boleh karna manusia, entah itu orang kaya, pintar, dll. Walaupun dalam kaum Al- Qur’an, mereka katakan “arodziluna badiyarro’yi”. Mereka mengatakan orang Iman sebagai kaum ardzalun/orang yang hina. Tapi orang Iman jangan minder, karna nilai keimanan diukur dari hati dan ketaqwaan, bukan dari fisik seperti pandangan orang tidak iman.
Makanya dalam beragama wajib niat karna Allah, bukan karna tokoh, agar tak mudah terpengaruh seperti pengikut Bal’am, Qorun, atau siapapapun namanya.
Bahkan dalam Qur’an telah diingatkan oleh Allah SWT, umat Nabi Muhammad SAW tidak boleh beragama karna tokoh, bahkan karna Rasul sendiri. Saat itu diingatkan oleh Abu Bakar saat Rasulullah telah wafat. Saat Rasulullah wafat, memang banyak Sahabat yang goncang, sampai Umar tidak percaya kalau Rasul meninggal.
Kata Abu Bakar: “Siapa diantara kalian yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan wafat. Kemudian beliau membaca firman Allah :
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
Artinya: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke tumit kalian? Barangsiapa yang berbalik ke tumitnya maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imron : 144).
Semoga bermanfaat dan nambah barokah..Aamin..